Skip to main content

Posts

Siapa Gadis di Balik Cermin itu?

 Aku menatap lamat-lamat seorang gadis di balik cermin.  Binar mata yang telah lama pudar itu kini kembali memandangku balik. Siapa gadis itu?  Mereka mengenalnya sebagai seorang gadis yang tertutup. Seorang gadis yang tak pandai dalam berkata atau hanya sekedar mengekspresikan keinginannya.  Ia abstrak dan sulit ditebak.  Bahkan diri sendiri pun tak mengerti jalan pikirannya.  Tak banyak orang yang memahami. Atau mungkin memang takkan ada yang bisa memahaminya?  Ia adalah gadis yang banyak menyembunyikan luka, berjuang menyembuhkan seorang diri saja.  Seorang gadis dengan banyak ketakutan, overthinking, ketidakpastian yang selalu terngiang di kepalanya.  Banyak orang yang salah paham dengannya dan bahkan di beberapa waktu ia sulit untuk menjelaskan semuanya.  Pemikirannya luas namun ru-mit.  Apakah memang ada orang yang mampu memahaminya?  Serang, 18 September 2024
Recent posts

Siapa Gadis di Balik Cermin itu?

Aku menatap lamat-lamat seorang gadis di balik cermin.  Binar mata yang telah lama pudar itu kini kembali memandangku balik.  Siapa gadis itu?  Mereka mengenalnya sebagai seorang gadis yang tertutup. Seorang gadis yang tak pandai dalam berkata atau hanya sekedar mengekspresikan keinginannya.  Ia abstrak dan sulit ditebak.  Bahkan diri sendiri pun tak mengerti jalan pikirannya.  Tak banyak orang yang memahami. Atau mungkin memang takkan ada yang bisa memahaminya?  Ia adalah gadis yang banyak menyembunyikan luka, berjuang menyembuhkan seorang diri saja.  Seorang gadis dengan banyak ketakutan, overthinking, ketidakpastian yang selalu terngiang di kepalanya.  Banyak orang yang salah paham dengannya dan bahkan di beberapa waktu ia sulit untuk menjelaskan semuanya.  Pemikirannya luas namun ru-mit.  apakah memang ada orang yang mampu memahaminya?  Serang, 18 September 2024

Allah, Tolong Aku dalam Perjalanan ini

Tak tahu menuju kemana kaki ini akan melangkah. Seiring detik waktu yang berjalan, berpacu dengan jantung yang tak henti berdetak. Masih meraba ke mana arah jalan dari tanah yang dipijak. Menebak-nebak bagaimana skenario yang telah Allah tetapkan, ending seperti apa yang Allah takdirkan. Allah... aku tak tahu bagaimana rute perjalananku ke depannya. Apa akan melewati setapak jalan terjal penuh bebatuan? Atau harus melewati jurang-jurang nan terjal?  Atau mungkin harus menyebrangi sungai dengan arus kencang? Mengarungi samudera dengan ombak dan badai yang menerpa? Allah... Aku takut.  Apa aku --hambaMu yang lemah dan bodoh ini-- boleh mengakui?  Aku hanya hambaMu yang tidak mampu tanpa pertolonganMu.  Jalan di depan sana terbentang panjang.  Masih sangat a-b-s-t-r-a-k bagi sosok manusia yang penuh keterbatasan  Aku takut jalan di depan sana akan membawaku pada jalan yang tidak seharusnya aku lewati.  Aku takut tidak bisa melewati itu semua, terlepas dengan keterbatasan yang kupunya seba

Di mana Ketenangan itu

Di antara dimensi waktu yang lama ia terseok menapaki terjal tebing usia menyusuri ruang ruang hampa tak tahu kemana takdir akan membawa Ia raib ditelan masa pergi sirna dari raga ditelan fananya fatamorgana hingga akal tak lagi mengenali sosoknya Ia tak tahu bagaimana cara ungkapkan semua Ia tak tahu kepada siapa lagi bercerita Apa pada baskara yang kembali ke peraduannya? atau pada langit tempat terbangnya camar camar?  atau pada lembabnya pojok dinding kamar?  sejauh kaki melangkah hanya lorong-lorong hampa yang ditemui juga banyak dari manusia-manusia yang tak peduli Beribu mil telah ditapaki mencari definisi tenang ini tapi suatu hal yang ia lewati...  mencari ketenangan bukan dengan pergi tapi dengan kembali kembali ke diri cari Allah di hati sesungguhnya ketenangan ada di sini Jakarta, 26 Agustus 2024

Dia yang Bernama Jakarta

Aku termenung menikmati sudut-sudut kota Jakarta. Di sebuah kios pinggir jalan ditemani segelas matcha latte , menikmati suasana hiruk pikuk kendaraan yang tak bisa lepas dari suasana ibukota.  Sejenak menghempas rasa yang diri tak bisa ungkapkan pada manusia. Agaknya asap-asap kendaran telah menguapkan semua rasa yang menyesak dada.  Kuedarkan pandangan, mencoba merasakan atmosfer yang telah menjadi sesuatu yang tak asing lagi.  Sudah beberapa tahun tak bersua. Kali ini kembali kusapa Jakarta dengan segala kefamiliar-annya.  Jakarta. Tak seindah Amsterdam dengan De Gooyer-nya. Tak seromantis Italia dengan Roma dan Venesia-nya. Tapi ia telah menyimpan beribu memoar perjalanan usia yang tak pernah bisa ditebus dengan keindahan manapun di dunia.  Hawanya membawaku pada langkah-langkah kaki kecil tak beralas yang berlarian tanpa beban.  Ia membawaku pada segurat senyum paling tulus yang pernah ada dalam hidup.  Ia membawaku kembali pada hangat peluk di masa-masa itu. Ia menemani langkah-l

Secarik Surat dari Anak-anak Palestina

  Oleh : Naila Yumna Salsabila.  Aku iri denganmu Kala kau terbangun oleh suara merdu Ibumu, Disuguhi sepiring roti dan susu Langkah kaki menuju tempat menimba ilmu. Sedangkan kami? Kemana Ibu? Dimana ayahku?  Dan pagi yang seharusnya dipenuhi canda tawa adik-adikku? Fajar kami disambut suara rudal dan peluru. Raung sirine menjemput tangis anak-anak mencari ibu. Desing senjata memecah tangis pilu Bahkan sang mentari  takut tersenyum padaku. Duhai, sungguh aku iri Dengan tempat mengadu yang tak kau syukuri Menyambutmu sepulang sekolah  dalam kehangatan canda tawa nanti ramah Mamun menapa mereka menyakiti ibu? Menembak ayahku? Kenapa mereka terjunkan rudal untuk mengambil teman-temanku? Merampas tanahku, Tempat ibadahku. Kemanakah keadilan itu? Apakah hanya karena kami anak-anak Palestina? Apakah karena kami menganut agama yang berbeda?  ` Siangmu ceria, bermain bersuka ria Sedangkan kami, adakah kesempatan bagi kami, untuk tak menangis barang sebentar saja? Pemandangan kami hanya jet-je

Review Buku KKPK Rahasia Aisyah

oleh : Anina Sinai Judul Buku            : Rahasia Aisyah Penulis                   : Naila Yumna Salsabila Penyunting            : Dadan Ramadhan dan Saptorini Cetakan Pertama : Desember, 2016 Penerbit                 : Mizan Jumlah Halaman : 108 halaman ISBN                       : 978-602-420-060-2 Ammar menyalakan keran air, tetapi airnya tidak keluar. Tak lama, keran itu justru mengeluarkan darah.  “Hah, kok darah?” Ammar sangat kaget.  Tiba-tiba ada suara, “tidak usah mandi! Kamu sudah menghabiskan air di dalam perutku! Sekarang kamu sudah tahu akibatnya.”  “Ka … ka … kamu siapa?”  “Aku adalah Bumi! Persediaan airku habis karena kamu! Sekarang kamu yang harus tanggung jawab!”  Tiba-tiba, keluar tangan-tangan panjang dari lubang saluran air yang berusaha menangkap tubuh Ammar. (Balas Dendam Bumi, hal 59)  Aisyah adalah murid baru yang dicap sombong oleh teman-temannya. Setiap hari dia berangkat sekolah naik taksi. Di sekolah Aisyah tidak mau bergabung dengan temannya, ketika ada y