Sobat, semua orang pasti pernah menguap, baik tua maupun muda. Namun pernahkah terlintas pada pikiranmu mengenai alasan manusia menguap? Pasti kita hanya tahu bahwa menguap merupakan tanda seseorang kurang tidur atau mengantuk. Simak penjelasan di bawah ini, yuk!
Sampai
sekarang alasan kita menguap masih belum jelas. Banyak ahli yang masih
memperdebatkan hingga melahirkan teori yang berbeda-beda berkaitan dengan
alasan manusia menguap.
Apakah
Manusia Menguap Karena Mengantuk?
Tidak bisa
dipungkiri, menguap sangat erat kaitannya dengan mengantuk atau
kelelahan. Kamu sendiri pun pasti pernah merasakannya. Menurut beberapa
penelitian, menguap bisa menjadi tanda mengantuk, kelelahan, atau gangguan
tidur.
Robert Provine, seorang ahli syaraf dari Universitas Maryland, Amerika
Serikat, yang sudah meneliti tentang menguap selama 30 tahun, mengatakan bahwa
seseorang menguap sebagai tanda kelelahan. Menurutnya, orang akan menguap
ketika mendekati jam tidur atau setelah bangun tidur.
Selain itu,
menguap juga ada kaitannya dengan kebosanan. Dia juga melakukan percobaan
terkait apakah menguap berhubungan dengan kebosanan dengan cara membagi dua
kelompok remaja. Kelompok pertama diberi tontonan tentang tes warna yang tidak
menarik, sementara kelompok kedua diberi tontonan video musik.
Hasil
penelitian menunjukkan, remaja pada kelompok pertama terlihat lebih banyak
menguap dibandingkan remaja yang diberi tontonan video musik.
Manusia
Menguap untuk Mendinginkan Otak
Sebuah teori
turut datang dari Andrew C. Gallup, PhD, seorang peneliti dari Universitas
Princeton, Amerika Serikat. Gallup mengatakan, manusia menguap karena untuk
mendinginkan otak. Menurutnya, ketika menguap, kita akan melakukan peregangan
rahang yang sangat kuat sehingga bisa meningkatkan aliran darah pada leher,
wajah, dan kepala.
Hal itu bisa membantu mengeluarkan hawa panas pada otak. Ketika mengambil napas dalam-dalam saat menguap, udara dingin akan masuk ke dalam rongga sinus dan sekitar arteri karotis menuju ke otak kembali.
Jadi
kesimpulannya menguap bisa mengeluarkan hawa panas pada otak dan menggantinya
dengan hawa dingin.
Gallup juga
mengatakan, seseorang akan lebih mudah menguap ketika udara sedang berkondisi
dingin dibandingkan saat udara sedang berkondisi panas. Untuk membuktikan hal
itu, dia mengadakan penelitian saat musim dingin dan musim panas.
Hasil
penelitian membuktikan, 45 persen orang menguap ketika melihat sebuah foto
orang menguap. Namun hanya 24 persen orang ikut menguap saat udara panas.
Selain itu, orang lebih sering menguap ketika mereka berlama-lama di luar
ruangan saat udara dingin. Sebaliknya, orang terlihat jarang menguap ketika
mereka berlama-lama di luar ruangan saat udara panas.
Menguap
tanda kita kurang gerak?
Kerap
menguap tak selalu berarti mengantuk, sehingga tidur juga belum tentu jadi
solusmya. Mengantuk bisa saja menjadi salah satu sinyal dari alam bawah sadar
bahwa tubuh kurang gerak.
Bekerja
lebih dari lima jam di depan komputer, sampai tak ingat bangkit misalnya, bisa
membuat kita mengantuk. Mengantuk juga merupakan indikasi otak kekurangan
oksigen, yang salah satu penyebabnya, porsi makan yang berlebihan.
Kurangnya
oksigen di otak bisa menurunkan kewaspadaan dan konsentrasi terhadap pekerjaan
maupun lingkungan sekitar. "Bila makanan yang masuk ke tubuh terlalu
banyak dan tidak gerak, lambung akan sangat penuh, sehingga konsentrasi utama
tubuh hanya mengurai makanan," kata Prof. DR. Dr. Moh. Hasan Machfoed,
Sp.S(K), MS, spesialis saraf dari RS Dr. Soetomo Surabaya.
Bila banyak
oksigen digunakan untuk mengurai makanan, besar kemungkinan organ lain,
misalnya otak, yang kekurangan zat O2. Sinyal yang muncul adalah menguap
terus-menerus.
Menguap
Bersifat Menular dan Sebagai Tanda Empati
Saat melihat
orang menguap, secara tidak sadar, kita akan ikut menguap. Dengan kata lain,
menguap bersifat menular sekaligus sebagai tanda cara manusia berempati.
Sebuah penelitian dilakukan kepada anak-anak normal dan penderita autisme. Mereka diajak menonton sebuah video berisi orang-orang yang sedang menguap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak normal terlihat lebih sering menguap ketimbang anak-anak autisme.
Hal itu dianggap wajar karena anak-anak autisme
memiliki gangguan yang memengaruhi interaksi sosial, termasuk kemampuan
berempati kepada orang lain. Ini menguatkan teori bahwa menguap bersifat menular
sebagai rasa empati kepada orang lain.
Adrian G.
Guggisberg, MD, seorang dokter di Universitas Geneva, Swiss, pun setuju dengan
teori tersebut. Dia melihat efek menular dari menguap sebagai petunjuk utama.
Menurutnya, makin banyak orang yang mudah tertular dengan menguap, maka makin
baik pula kemampuan mereka berempati.
“Pada
manusia, sudah jelas bahwa menguap memiliki efek sosial,” ungkapnya.
Guggisberg
juga menyebutkan, selama ini aktivitas menguap dikaitkan dengan rasa bosan atau
mengantuk. Dia pun mengasumsikan bahwa orang yang menguap saat berkomunikasi
dengan seseorang menjadi tanda orang tersebut tidak nyaman selama sesi
perbincangan.
Alasan
manusia menguap memang masih menjadi misteri, tapi kamu bisa membuktikannya
sendiri dengan menjawab pertanyaan berikut ini.
Selama
membaca dan melihat gambar kucing menguap pada artikel ini, apakah kamu ikut
menguap? :D :D :D
Sumber : www.alodokter.com
Sumber : www.alodokter.com
Comments
Post a Comment
Kotak Komentar >> Tinggalkan jejakmu berupa kritik, saran, atau komentar yang mendukung. Terima kasih.