Skip to main content

Allah Punya Cara Mengabulkan Do'a ; Aku, Darunnajah, dan Ahmad Fuadi.

 




Cipining, 2018

"Hah, Negeri 5 Menara bakal syuting di Darunnajah?"

Seorang gadis berkerudung hitam di sampingku mengucek-ngucek pandangan tak percaya. Beberapa kepala mengangguk membenarkan perkataannya. Aku hanya bisa terdiam mendengarkan, sambil sesekali berdecak kagum.

Pagi hari usai menyelesaikan amaliyah, kami berkumpul di kamar, saling berbagi cerita remeh temeh, atau sekedar berbagi kabar yang sekiranya sedang trendic topic di asrama Kampus 1. Kali ini, suasana kamar di penuhi euforia Negeri 5 Menara yang akan mengadakan syuting di pesantren kami Darunnajah 2 Cipining. Bukan hanya pagi ini saja, tapi agaknya euforia itu menyebar hingga sepanjang hari, dan menjangkiti hampir seluruh penghuni asrama rayon Aisyah.

"Kabarnya, liburan semester 1 ini, mereka bakal dateng ke sini buat riset lokasi, kita kan nggak pulang, jadi siapa tahu bisa ketemu pemainnya!" sahut salah satu temanku, berharap.

"Kabarnya juga, filmnya bakal ditayangin pas Ramdhan, jadi syuting bakal dimulai pas kita ujian semester 2, lama banget ya?" jawab yang lain tak mau kalah.

Aku mengangguk-angguk mengerti. Negeri 5 Menara karya penulis favoritku, Ahmad Fuadi,. Meski belum pernah membaca trilogi pertama, namun Ranah 3 Warna telah berhasil membuatku terkesima dengan mantra Man Jadda wa Jada. Aku membayangkan, wah, betapa menyenangkan kalau bisa bertemu dengan penulisnya.

"Tapi kenapa harus di Darunnajah 2 Cipining?" Aku mengangkat suara, beberapa orang menoleh.

"Kan di sini ada menaranya! Suasananya juga Gontor banget, asri pula! Jadi mungkin itu yang buat mereka tertarik milih DNC buat lokasi." 

Dan hari itu datang begitu saja.

Aku tengah memeriksa kertas pembukuan amaliyah kantin Al-Jabbar, ketika sudut mataku menangkap sebuah mobil losbak terbuka terparkir di depan kantin. Sontak, aku berdiri, mendongak ke arah jendela pembeli yang terbuka. Mobil itu beberapa hari terakhir sering terlihat di samping gerbang asrama Kampus 1. Ya, tak salah lagi, mobil losbak berisi peralatan syuting serial film Negeri 5 Menara. 

Beberapa menit kemudian, keramaian mengisi lingkungan kelas non asrama yang telah sepi. Beberapa peralatan sutradara terpasang di sana-sini, terutama di sebuah kelas samping kantin. Sepertinya akan menjadi lokasi utama syuting. Beberapa kali aku menangkap beberapa pemuda berwajah rupawan. Setelahnya, aku tahu merekalah yang membuat kebanyakan orang tergila-gila karena profesi yang disandangnya. 

"Yumna! Lihat itu pemain utamanya! Keren banget ya..!" decak salah satu temanku tak percaya. Aku tersenyum, sepertinya aku lebih tertarik dengan naskah yang dipegang sutradara, daripada dengan sosok-sosok atletis yang berlalu lalang di depan sana.

"Eh, gimana kalau kita minta tanda tangan..."

Sejurus kemudian, kami mengaduk-aduk seluruh sudut kantin, mencari kertas yang akan kami pakai untuk meminta tandatangan. Tapi tak kami dapati secarik kertas pun.

"Pakai kertas pembukuan aja!" buru-buru tangan kami merobek kertas pembukuan bertabel garis-garis dengan label "nama makanan", "harga", "supplier", dan "laku" tertera di sana. Kertas pembukuan ini berguna untuk mendata semua hasil penjualan penyetoran kantin, yang dijaga kami selaku petugas. Beberapa detik, kami menggaruk kepala yang tak gatal, sibuk menyusun kata-kata. Tapi sejurus kemudian, sebuah kenyataan merasuki benak, 

"Shof, kita kan santri, emang pantes kita ngejar-ngejar aktris buat dapet tandatangan yang nggak perlu?

Perlahan keinginan itu menyurut, hingga tak tersisa sama sekali. Kami hanya bisa memandang keramaian itu, hingga semua orang berkumpul, mendengar arahan sutradara, lalu menangkupkan tangan berdoa, kemudian mereka membuat lingkaran dengan tangan-tangan yang saling manyatu, "Bismillahrirrohmanirrohiim, MAN JADDA WA JADA!" 

Aku kembali terfokus pada kertas pembukuan, namun partnerku Shofa, menarik lengan menuju kelas, mengajak menyaksikan adegan syuting. Aku hanya pasrah mengikuti ajakannya.

Dan pada detik itu, dua orang gadis bergamis berdesakan menembus kerumunan, mengintip di balik jendela kelas. Wah, kelas itu telah disulap menjadi kamar santri, dengan beberapa kasur, lemari, dan sebuah rak sepatu di dalamnya. Dengan adegan Shahibul Menara mengikuti kegiatan mufrodhat. Terdengar perkataan nyaring "Mishbahun mishbahun mishbahun" dari dalam sana.

Tak terbayang, nanti ketika menyaksikan film tersebut, aku akan berkata, "Pas adegan itu, aku lagi ada di sana, ngintip di jendela!" 

*** 

Dan hari itu berlalu begitu cepat.

Aku berlari menghambur, memeluk Ibu yang datang untuk menjenguk. Usai menanyakan kabar pelepas rindu, tiba-tiba, Ibu menarik lenganku menuju tangga utama masjid Jami.

"Kak, ayo kita ketemu Ahmad Fuadi! Tadi Ibu udah bilang ke beliau!" seru Ibu heboh. Aku mengikuti langkah-langkah cepat Ibu menaiki tangga masjid.

Dengan raut bingung, aku celingak-celinguk melihat ke sekitar masjid. Mana sosok penulis yang tadi ibu sebutkan? 

Tiba-tiba sosok kurus berkacamata dan berkemeja kotak-kotak menghampiri kami. aku tergeragap. Ribuan pertanyaan yang tak perlu dijawab berkelebat.

I... inikah siswa pertukaran pelajar di Canada yang aku baca kisah hdiupnya dalam buku Ranah 3 Warna?
Beliaukah sosok peraih 8 beasiswa berbagai universitas di luar negeri yang namanya pernah tercantum sebagai wartawan Tempo? 

Sosok bernama Kak Ahmad Fuadi ini tersenyum ramah sekali kepada kami. Binar wajahnya ceria, lalu menyalami kami dengan salam khas Idul Fitri.

Kami berkenalan dalam perbincangan santai itu.

Ibu bercerita kepada beliau tentang ketercimpungan kami dalam dunia kepenulisan. Ketika, beliau bertanya padaku, kelas berapa, aku hanya menjawab "belum sekolah". Selanjutnya, Ibu menjelaskan pada beliau, program pendidikan yang aku masuki di sini. Beliau mengangguk-angguk mengerti. Lantas memberikan semnagat, "lanjutin menulisnya!" kata beliau ramah.

Dan... perbincangan yang singkat itu berakhir dengan potret kami bertiga. Sebenarnya aku ingiin sekali sharing dan berbagi pengalaman bersama beliau. Namun, merupakan sebuah kebodohan yang baru aku sadari, kenapa tadi aku hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun? Harusnya tadi aku bertanya kepada beliau, bagaimana caranya bisa ke luar negeri?  Harusnya aku bertanya banyak hal, terutama motivasi beliau dalam bidang menulis. Harusnnya harusnya dan harusnya. Ternyata penyesalan memang datang terlambat. Semoga saja suatu kelak nanti bisa bertemu di kesempatan yang lain... Aamiin...

Beberapa hari kemudian tiba-tiba aku teringat, dulu pernah membatin ketika membaca biografinya di lembar terakhir buku Ranah 3 Warna. 

"Yaa Allah semoga suatu saat nanti bisa ketemu beliau"

Sebuah harapan yang sepertinya tidak akan pernah terjadi, karena sebuah keraguan tiba-tiba muncul, dan sontak sisi lain dalam benak menampiknya dengan cepat, "Ah, emang bisa ketemu sama Kak Ahmad Fuadi? Kayaknya nggak mungkin..."

Ternyata Allah mengabulkan harapan itu beberapa tahun kemudian, dengan cara yang unik, yang belum pernah aku pikirkan sebelumnya. Ah, Allah selalu punya cara untuk mengabulkan do'a kita. Terimakasih Allah... Setidaknya aku bersyukur untuk hari ini, sebuah perbincangan berdurasi beberapa menit namun penuh dengan inspirasi.
 
Darunnajah, 19 september 2020.
  

Comments

Popular posts from this blog

Syarat-Syarat Pengiriman Naskah KKPK

Untuk kalian yang ingin mengirim naskah ke penerbit, Dar! Mizan menerima naskah anak-anak nih!. Yaitu KKPK alias Kecil-Kecil Punya Karya. Yang belum tahu persyaratan mengirim naskah KKPK, ini dia syarat-syarat yang harus diperhatikan : Ketentuan Naskah novel dan kumpulan cerpen: 1. Usia penulis maksimal 12 tahun. 2. Jumlah halaman cerita minimal 45 halaman, maksimal 50 halaman. (tidak termasuk kata pengantar, ucapan terima kasih, daftar isi, halaman profil, dll). 3. Diketik kemudian diprint di kertas HVS A4, 1.5 spasi, Font: Times New Roman Besar Font: 12 pt. Dikirim ke alamat Penerbit Mizan ,   Jl. Cinambo No.135 , Cisaranten Wetan, Ujung Berung, Bandung 40294 4. Karya yang dikirim adalah karya asli perseorangan. Tidak boleh menjiplak dan mengadaptasi dari karya orang lain. 5. Karya tidak boleh menyinggung unsur SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan), kekerasan, ketidaksopanan terhadap teman, orang tua, dan guru. 6. Karya disertai dengan biodata lengkap: :

Tragedi Burung Perenjak dan Burung Kedasih

Teman-teman, aku ingin bercerita tentang burung kedasih yang menitipkan anaknya ke burung perenjak. Ini adalah tragedi yang menguras perasaan dari dunia burung. Ikutilah kisah burung prenjak dan burung kedasih ini. Dunia ilmu pengetahuan mengenalnya sebagai fenomena parasit sarang. Burung kedasih tidak bisa membuat sarang. Kelemahan itu ditambah lagi dengan tidak mau memelihara anaknya. Maka ketika ingin bertelur, burung kedasih mencari burung yang akan menjadi inang bagi anaknya. Seringkali incarannya adalah burung prenjak. Ketika burung prenjak masih di sarang, burung kedasih mengintipnya. Baru ketika burung prenjak terbang untuk mencari makan, burung kedasih segera bertelur di sarang burung prenjak. Coba perhatikan! Telur burung kedasih lebih besar dibanding burung prenjak. Tapi namanya juga burung, prenjak tidak curiga ada satu telur yang berbeda di antara telur-telurnya. Dia tidak menghitung berapa jumlah telur saat dia meninggalkannya. Telur burung kedasih yang

Syarat Mengirim Naskah Remaja/Anak ke Penerbit Republika

Assalamualaikum! Teman-teman, ada informasi baru sekaligus menyenangkan dari Penerbit Republika! Sekarang, Penerbit Republika menerima naskah remaja dan anak, lho! Biar lebih mudah, Yumna buat rinciannya, ya ;) Naskah berupa fiksi ataupun nonfiksi. Formatnya bisa dalam bentuk novel, novel, dongeng, fabel, cerita bergambar (dengan atau tanpa gambar), how to, atau yang lainnya. Tebal naskah maksimal 75 halaman, ukuran A4, spasi ganda, dan Times New Roman 12 Naskah dikirimkan lewat email (softcopy) : redaksipab@republikapenerbit.com , naskah juga bisa dikirim dalam bentuk hardcopy ke alamat :           Redaksi Republika Penerbit           Kav. Polri Blok 1 No. 65, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12260           Telp. 021-7819127/28 Ayo yang punya naskah remaja atau anak, segera kirim, ya! Selamat berkarya! Wassalamualaikum. Sumber : http://ayundanurular.blogspot.co.id